Mungkinkah Indonesia bangkit pada tahun 2020?

Jumat, 03 Agustus 2012

Penyusunan Bahan Ajar Pedagogik

TEKNIK PENYUSUNAN BAHAN AJAR PEDAGOGIK
 
Bahan kajian pada “Workshop Pengembangan Bahan Ajar Diklat”, 27 Februari s.d 3 Maret 2012              di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Banten
 
Oleh:
Cepi Triatna, S.Pd., M.Pd.

A. Tujuan Sesi

Setelah sesi ini selesai diharapkan peserta workshop:
  1. Mengalami penguatan kemampuan dalam teknik penyusunan bahan ajar pedagogik
  2. Lebih yakin terhadap pentingnya peran WI dalam keberhasilan diklat bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) melalui penyusunan bahan ajar yang tepat dengan kebutuhan peserta diklat.
 
B. Petunjuk Penggunaan Bahan Ajar

Kajian mengenai teknik penyusunan bahan ajar pedagogik ini merupakan bahan ajar yang akan digunakan secara bersamaan dengan proses workshop (bukan modul/bahan mandiri). Bahan ini diharapkan dapat memberikan informasi secara lebih detail dari apa yang disampaikan secara langsung. Selain itu, bahan ini menjadi rujukan dalam menyegarkan pengetahuan peserta mengenai “teknik penyusunan bahan ajar pedagogik”.

Berkaitan dengan materi yang spesifik, yaitu bahan ajar pedagogik, naskah ini mencoba memfokuskan kajiannya kepada bagaimana menyusun bahan ajar yang dapat memfasilitasi peningkatakan kompetensi pedagogik. Karena itu, menjadi pra-syarat penting untuk mendalami terlebih dahulu mengenai apa isi dari kompetensi pedagogik guru (SD, SMP, SMA/K).

Mengingat peserta workshop adalah para widyaiswara, yaitu individu yang telah memiliki kemampuan dalam penyusunan bahan ajar diklat maka bahan ajar ini diposisikan sebagai pelengkap dan pembanding dalam kajian teknik penyusunan bahan ajar.


C. Materi Kajian
  1. Mengkaji Kembali Makna Bahan Ajar dalam Suatu Diklat/Penguatan Kompetensi
Pertanyaan reflektif mengenai bahan ajar. Untuk memfasilitasi pendalaman mengenai makna bahan ajar, mari kita terlebih dahulu menjawab pertanyaan berikut!: 1) Mengapa suatu diklat/penguatan kompetensi harus ditunjang oleh keberadaan bahan ajar? 2) apa fungsi bahan ajar bagi keberhasilan penguasaan kompetensi oleh peserta diklat?

Hakikat diklat. Jawaban terhadap pertanyaan ini akan menghantarkan kita pada makna diklat/penguatan kompetensi yang sebenarnya. Hakikat diklat adalah meningkatkan kompetensi/ kemampuan peserta dalam melaksanakan peran dan fungsi-fungsinya serta memecahkan masalah yang dihadapi dalam keseharian kerjanya. Kompetensi/kemampuan yang menjadi tujuan diklat mengarah pada tiga hal, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan teknis. Jika demikian, penguatan kompetensi merupakan suatu hal yang kompleks, karena melibatkan aspek kognisi, afeksi, dan psikomotor secara terpadu. Dengan kata lain tugas fasilitator/instruktur dalam sebuah diklat adalah “bagaimana mengubah perilaku seseorang melalui suatu diklat?”

Bahan ajar harus memadai. Kompleksitas (keterlibatan kognisi, afeksi, dan psikomotor secara terpadu) inilah yang mengharuskan suatu diklat ditunjang oleh bahan ajar yang memadai. Maksud memadai, yaitu bahan ajar yang memfasilitasi peserta diklat/penguatan kompetensi untuk mengalami proses kognisi, afeksi, dan psikomotor dalam bidang yang didiklatkan. Sehingga hasilnya, peserta diklat memiliki kemampuan/kompetensi yang diharapkan.

Penyusunan bahan ajar bukan “alakadarnya.” Dalam konteks tersebut, penyusunan bahan ajar tidaklah sesederhana sebagaimana dipikirkan kebanyakan orang, yaitu “sekedar pelengkap untuk suatu pelatihan.” Barangkali melalui tulisan ini, penulis mengajak untuk mengkaji ulang makna/hakikat dan posisi bahan ajar dalam keberhasilan suatu diklat/penguatan kompetensi. Dengan kata lain, penyusunan bahan ajar bukanlah sekedarnya. Bahan ajar seharusnya memfasilitasi pengalaman belajar bagi pembacanya. Melalui bahan ajar pembaca dihantarkan pada pemahaman, penyikapan, dan keterampilan yang mendukung peran, tugas, dan fungsinya serta pemecahan masalah-masalah keseharian dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Arti bahan ajar. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis untuk membantu guru/instruktur/fasilitator/nara sumber dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan memungkinkan peserta didik/diklat untuk belajar. Dalam definisi di atas, bahan ajar diposisikan dalam dua hal, yaitu sebagai pembantu bagi instruktur dan sebagai media untuk proses belajar bagi peserta didik.

Ragam bahan ajar. Bahan ajar terdiri dari 1) bahan cetak (printed): handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket. 2) Bahan ajar dengar (audio): kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. 3) Bahan ajar pandang dengar (audio visual): video compact disk, film. 4) Bahan ajar multimedia interaktif (interacitive teaching material): Computer Assisted Instruction (CAI), compact disk (CD), multimedia pembelajaran interaktif. 5) Bahan Ajar Berbasis web (web based learning materials).

Audio visual perlu untuk memberikan pengalaman kognisi dan afeksi yang mendalam. Untuk kepentingan penyusunan bahan ajar pedagogik bagi guru-guru, sebaiknya bahan ajar yang disusun dilengkapi dengan jenis audio visual berupa film atau VCD. Hal ini ditujukan untuk memberikan pengalaman kognisi dan afeksi yang lebih mendalam terhadap aplikasi pengetahuan dalam praktik pedagogik. Dalam hal ini, instruktur/guru/fasilitator/narasumber/widyaiswara perlu untuk mencari bahan-bahan ajar dari berbagai film, membuat sendiri dari praktik nyata di lapangan, atau mendowload dari sumber youtube. Dalam hal ini, penulis merekomendasikan untuk menjadi salah satu bahan dalam penguatan kompetensi pedagogim adalah film “freedom writers” yang dibintangi oleh Hilary Swank dan kawan-kawan. Atau film “laskar pelangi.”

RESENSI FILM FREEDOM WRITERS
Anak-anak Bermasalah pun Patut Dapat Pendidikan
Posted by: majalahopini on: October 20, 2008
anak-anak bermasalahpun patut mendapatkan pendidikan adalah kata yang tepat untuk menggambarkan film ini (ist).

FREEDOM Writers merupakan film yang diangkat dari kisah nyata perjuangan seorang guru di wilayah New Port Beach, Amerika Serikat dalam membangkitkan kembali semangat anak-anak didiknya untuk belajar. Dikisahkan, Erin Gruwell, seorang wanita idealis berpendidikan tinggi, datang ke Woodrow Wilson High School sebagai guru Bahasa Inggris untuk kelas khusus anak-anak korban perkelahian antar geng rasial. Misi Erin sangat mulia, ingin memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak bermasalah yang bahkan guru yang lebih berpengalaman pun enggan mengajar mereka.
Tapi kenyataan tidak selalu seperti yang dipikirkan Erin. Di hari pertamanya mengajar, ia baru menyadari bahwa perang antargeng yang terjadi di kota tersebut juga terbawa sampai ke dalam kelas. Di dalam kelas mereka duduk berkelompok menurut ras masing-masing. Tak ada seorang pun yang mau duduk di kelompok ras yang berbeda. Kesalahpahaman kecil yang terjadi di dalam kelas bisa memicu perkelahian antar ras.

Erin mencoba menaklukkan murid-muridnya dengan meminta mereka menulis semacam buku harian. Di buku harian itu, mereka boleh menulis apa pun yang mereka inginkan, rasakan, dan alami. Cara ini ternyata berhasil. Buku-buku harian dari para murid-muridnya setiap hari kembali pada Erin dengan tulisan mereka tentang apa yang mereka alami dan mereka pikirkan setiap hari.

Dari buku-buku harian itu, Erin paham bahwa dia harus membuat para muridnya sadar bahwa perang antargeng yang mereka alami bukanlah segalanya di dunia. Melalui cara mengajarnya yang unik, dia berusaha membuat para muridnya sadar bahwa dengan pendidikan mereka akan bisa mencapai kehidupan yang lebih baik.

Walaupun semua usahanya itu tidak didukung oleh rekan-rekan guru yang lain dan pihak sekolah, Erin terus maju. Bahkan, dia rela mengorbankan waktu luangnya untuk bekerja sambilan demi membeli buku-buku bacaan yang berguna bagi para muridnya.

Hasilnya, semangat belajar murid-muridnya kembali muncul. Akhirnya, banyak dari murid-murid di kelas Erin Gruwell yang menjadi orang pertama dari keluarga mereka yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Buku harian yang mereka tulis diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul ‘The Freedom Writers Diary’.

Film ini tidak menjual mimpi From Zero to Hero, tapi lebih menampilkan bagaimana satu orang yang peduli pada pendidikan anak-anak yang sudah dianggap sebagai sampah masyarakat mampu merubah mereka menjadi orang yang lebih berguna. Mengingatkan kita pada film berjudul ‘Dead Poet Society’ yang juga bertema sama dan pernah dibuat pada akhir tahun 80-an dengan Robin William sebagai bintang utama. Buku-buku yang digunakan Erin Gruwell untuk mendidik murid-muridnya di film ini semuanya adalah buku yang benar-benar ada. Termasuk buku ’Diary of Anne Frank’ yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan sudah dijual di pasaran.

Freedom Writers memiliki alur cerita yang mudah dipahami dan juga dialog yang gampang dimengerti. Permasalahan-permasalah remaja yang ditampilkan di film ini juga cukup dekat dengan permasalah remaja pada umumnya, tentang pencarian jati diri dan pelanggaran-pelanggaran peraturan untuk mengukuh-kan eksistensi diri. Semua itu dibungkus dalam pemasalahan perang antargeng.

Fakta menarik dari film ini salah satunya ada pada adegan saat murid-murid Erin bertemu dengan orang-orang korban Holocaust. Yang berperan menjadi korban Holocaust adalah benar-benar korban Holocaust sendiri. Sutradara Richard Lagravenese tak perlu susah payah meng-arahkan aktor dan aktris pemeran murid-murid Erin untuk terlihat tercengang saat mendengar cerita para korban Holocaust itu. Hal ini karena saat pengambilan adegan itu, para aktor dan aktrisnya benar-benar tercengang mendengar cerita para korban Holocaust tersebut.

Peraih Academy Award 2 kali, Hilary Swank meme-rankan Erin Gruwell de-ngan sangat pas. Ada pula Imelda Staunton, pameran Dolores Umbridge di Harry Potter and The Order of The Pheonix, yang menjadi kepala departemen sekolah yang menyebalkan dan selalu iri dengan keberhasilan Erin. Selain itu ada Patrick Demsey, pemeran dr McDreamy dalam Grey’s Anatomy, yang bermain sebagai suami Erin yang tidak mendukung usaha istrinya.

Selain tiga nama di atas tidak ada lagi nama bintang besar yang berperan dalam film ini. Pemeran murid-murid di kelas Erin Gruwell, sebagian besar merupakan wajah baru di dunia perfilman yang belum begitu dikenal baik masyarakat Amerika Serikat sendiri maupun masyarakat Indonesia. Namun, mere-ka berhasil membawakan peran masing-masing de-ngan sangat baik dan meyakinkan.

Freedom Writers bisa dikatakan merupakan film untuk anak muda. Di te-ngah-tengah maraknya film remaja yang ceritanya tidak jauh-jauh dari cerita cinta, komedi atau horor, Freedom Writers bisa menjadi pilihan bagi anak muda yang tidak sekedar ingin terhibur, tetapi juga mendapatkan pelajaran tertentu dari film tersebut.

Bagi Anda yang belum menonton, tidak akan sia-sia Anda meluangkan waktu sejenak untuk menontonnya. Anda akan dapat mengambil pelajaran-pelajaran posistif bagi Anda. Selamat menonton!
(Penulis : Riska, Editor : Ayu, Lala, Sita)
Film : Freedom Writers
Sutradara: Richard LaGravenese.
Produksi: Paramount Pictures. Tahun: 2007. Penulis Naskah: Richard LaGravenese. Dibintangi: Hilary Swank, Scott Glenn, Imelda Staunton, Patrick Dempsey, dan masih banyak lagi.
Sumber: http://majalahopini.wordpress.com/2008/10/20/resensi-film-freedom-writers-anak-anak-bermasalah-pun-patut-dapat-pendidikan/. [24 Februari 2012].


2. Rujukan dalam Penyusunan Bahan Ajar Secara Nasional

Bahan ajar sebagai bahan kenaikan pangkat. Penyusunan bahan ajar untuk sebuah diklat tidak saja menjadi bahan belajar bagi peserta didik/diklat, tetapi juga menjadi bagian dalam pengembangan profesi bagi instruktur / guru / fasilitator / narasumber/ widyaiswara. Bahan ajar yang disusun oleh instruktur/guru/fasilitator/ narasumber/widyaiswara dapt dijadikan sebagai bahan untuk kenaikan pangkat. Untuk kepentingan tersebut, perlu dirujuk ketentuan nasional mengenai penyusunan bahan ajar yang diatur secara nasional sebagai bahan bandingan dalam penyusunan bahan ajar.

Pedoman LAN dan perguruan tinggi. Sepengetahuan penulis, salah satu rujukan penyusunan bahan ajar bagi para widyaiswara adalah pedoman yang dikeluarkan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang tertuang dalam Peraturan Kepala LAN Nomor 5 tahun 2009 tentang Pedoman Penulisan Modul Pendidikan dan Pelatihan (terlampir). Selain itu, Universitas Islam Indonesia juga mengeluarkan Panduan pembuatan Bahan Ajar (Diktat, Modul, Handout). (terlampir).

Pedoman sebagai salah satu rujukan. Pada hakikatnya, bahan ajar dibuat untuk kepentingan proses/pengalaman belajar peserta didik/diklat, bukan untuk kenaikan pangkat bagi instruktur / guru / fasilitator / narasumber/ widyaiswara. Namun demikian, hal ini bukanlah suatu hal yang salam jika instruktur / guru / fasilitator / narasumber/ widyaiswara menjadikan karya yang dibuatnya sebagai bahan untuk kenaikan pangkatnya. Hanya saja perlu diarifi posisi pedoman ini sebagai salah satu rujukan untuk menyusun bahan ajar, karena pada intinya, jika peserta diklat mengalami proses belajar yang mendalam dengan format yang berbeda dari panduan, secara pedagogik hal itu bukanlah suatu masalah.

Sistematika pedoman LAN. Dalam pedoman yang dikeluarkan oleh LAN, sebuah modul diklat harus memenuhi sistematika sebagai berikut:
A. Halaman Sampul
B. Kata Pengantar
C. Daftar Isi
D. Daftar Informasi Visual
E. Daftar Lampiran
F. Petunjuk Penggunaan Modul
G. Pendahuluan
     1. Latar Belakang
     2. Deskripsi Singkat
     3. Tujuan Pembelajaran
     4. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
H. Materi Pokok 1
I. Materi Pokok 2
J. Materi Pokok 3 dst
K. Penutup
L. Kunci Jawaban
M. Daftar Pustaka
N. Glosarium

Lebih rinci mengenai pedoman dan panduan ini dapat dipelajari dalam lampiran naskah kajian ini.


3. Identifikasi Kebutuhan Diklat/Penguatan Kemampuan Pedagogik Bagi Guru

Penyusun bahan ajar perlu mengidentifikasi pengalaman peserta diklat. Penyusunan bahan ajar yang dilakukan oleh instruktur/guru/fasilitator/nara sumber/widyaiswara perlu untuk mempertimbangkan mengenai apa yang harus dialami oleh peserta didik/diklat dalam proses diklat, khususnya dalam diklat/penguatan kompetensi pedagogik. Menjadi pertanyaan yang serius jika kita mengidentifikasi mengenai apa saja yang harus dialami oleh guru supaya menjadi kompeten atau lebih kompeten dalam kompetensi pedagogik? Model diklat yang berbentuk penataran/penyampaian materi semata hanya akan membebani guru secara psikolgis tanpa berbekas terhadap penguatan kompetensi. Penguatan kompetensi pedagogik harus dilakukan dengan cara berfikir kritis dan reflektif, serta proses latihan/praktik langsung/simulasi.
Refleksi dan berfikir kritis terhadap anak merupakan kunci penguatan kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan guru dalam aspek pedagogik secara utuh. Untuk menguasai hal ini, seseorang minimal mengalami proses berpikir secara mendalam dan reflektif mengenai 1) apa itu kompetensi pedagogik dan dimensi-dimensinya?, 2) bagaimana isi rincian kompetensi pedagogik?, 3) apa saja keterampilan yang harus dikuasai dalam kompetensi pedagogik?, 4) bagaimana menguasai keterampilan pedagogik?, dan 5) bagaimana kompetensi ini menjadi kepemilikan (menghidupi dan dihidupi) guru?

Makna berpikir kritis dan reflektif. Berfikir kritis (critical thinking) adalah “kegiatan berpikir yang dilakukan den¬gan mengoperasikan potensi intelektual untuk menganalisis, membuat pertimbangan dan mengambil keputusan secara tepat dan melaksan-akannya secara benar.” (Sri Untari, 2008:155). Sedangkan berfikir reflektif “merupakan proses seseorang untuk memahami makna di balik suatu fakta, fenomena, informasi, atau benda.” (Kesuma, Triatna, dan Permana, 2011:119).

Teori belajar menekankan pada pentingnya seseorang mengalami proses belajar. Dalam teori belajar bermakna (meaningful teaching theory), Ausubel mengemukakan bahwa kebermaknaan penya-jian dan pentingnya pengaturan kemajuan be¬lajar mengharuskan bahan dirancang baik agar menarik minat peserta didik/diklat. Untuk itu bahan harus: (1) bermakna secara poten¬sial; (2) bertujuan untuk melaksanakan belajar secara bermakna, sehingga peserta didik/diklat memiliki kesiapan dan minat untuk belajar. Dalam pandangan teori belajar humanistik, belajar menekankan pada isi dan proses yang berorientasi pada pe¬serta didik sebagai subyek belajar. Karena itu bahan belajar yang disusun oleh instruktur/guru/fasilitator/ nara sumber/widyaiswara harus memfasilitasi proses berfikir kritis dan reflektif.

Latihan/praktik/simulasi menumbuhkan atau menguatkan keterampilan seseorang. Selain berfikir kritis dan reflektif, pengalaman belajar guru untuk menguasai kompetensi pedagogic juga harus ditunjang dengan pengalaman latihan/praktik/simulasi kompetensi yang akan dikuasai. Semisal untuk menguasai kemampuan “Mengidentifikasi kesulitan peserta didik dalam berbagai bidang Pengembangan” guru sebaiknya melakukan praktik/simulasi identifikasi kesulitan belajar anak, baik secara langsung maupun melalui perantara video. Latihan ini sangat penting untuk menumbuhkan kemampuan guru dalam menganalisa, mendeskripsikan/menguraikan, menemukan masalah, dan menilai suatu kondisi yang dialami oleh peserta didik termasuk atau tidak termasuk ke dalam kesulitan atau bukan.

Proses belajar peserta diklat harus meliputi proses kognisi, afeksi, dan psikomotor. Dengan kata lain, penguasaan kompetensi guru dalam bidang pedagogik dilakukan dengan memfasilitasi guru untuk: 1) mengalami berfikir (proses kognitif) mengenai isi kompetensi pedagogik, 2) merasakan (fisik maupun mental) proses melakukan/melatihkan kompetensi pedagogik secara langsung maupun melalui perantara video/film, 3) memikirkan mengenai mengapa perlu kompetensi pedagogik untuk proses pembelajaran (berfikir reflektif).

Berdasarkan pengalaman yang harus dilalui oleh guru dalam peguatan kompetensi pedagogik inilah kemudian instruktur/guru/ fasilitator/nara sumber/widyaiswara menyusun bahan ajar.
4. Memposisikan Bahan Ajar Dalam Diklat/Penguatan Kemampuan Pedagogik Guru
Bahan ajar sebagai kumpulan materi untuk memfasilitasi guru meningkatkan kemampuan pedagogiknya. Posisi bahan ajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses diklat/penguatan pedagogik guru. Bahan ajar merupakan sekumpulan materi yang harus dikaji oleh guru untuk menjadi lebih kompeten dalam berbagai kemampuan pedagogik. Karena posisi inilah maka bahan ajar memiliki peran penting untuk keberhasilan suatu diklat/program penguatan guru.

Bahan ajar harus mampu memfasilitasi guru berfikir, merasakan, dan berlatih secara terpadu. Dengan bahan ajar yang disusun, hendaknya peserta diklat mengalami proses yang beragam, yaitu berpikir kritis mengenai pedagogik, merasakan bagaimana suatu perilaku pedagogis, dan melatihkan bagaimana praktik pedagogis.
Berpikir kritis akan terjadi dalam pikiran peserta diklat jika bahan ajar memiliki sifat dialogis. Dalam hal ini bahan ajar sebagai refresentasi pikiran penulisnya dengan pembacanya. Merasakan proses pedagogis artinya peserta diklat diajak untuk menyaksikan langsung bagaimana suatu proses pedagogis dilangsungkan dalam situasi pembelajaran. Dalam hal ini, bahan ajar dibarengi dengan bahan yang bersifat audio visual. Audio visual akan memberikan pengalaman yang kaya untuk memfasilitasi peserta diklat merasakan proses pedagogis secara reflektif, sehingga peserta diklat menjadi tertarik untuk berperilaku pedagogis sebagaimana yang dia lihat. Berlatih praktik pedagogis dilakukan dengan melatihan keterampilan-keterampilan yang secara langsung harus dikuasai melalui proses praktik.

Beberapa kriteria untuk mengetahui kualitas bahan ajar sebagai berikut:
1) menimbulkan minat baca;
2) ditulis dan dirancang untuk mahasiswa;
3) menjelaskan tujuan instruksional;
4) disusun berdasarkan pola belajar yang fleksibel;
5) struktur berdasarkan kebutuhan mahasiswa;
6) memberi kesempatan pada mahasiswa untuk berlatih;
7) mengakomodasi kesulitan mahasiswa;
8) memberikan rangkuman;
9) gaya penulisan komutatif dan semi formal ;
10) kepadatan berdasarkan kebutuhan mahasiswa ;
11) dikemas untuk proses instruksional;
12) mempunyai mekanisme untuk mengumpulkan umpan balik dari mahasiswa;
13) menjelaskan cara mempelajari bahan ajar
(Sumber: Pedoman Umum Penulisan Bahan Ajar- Program Pasca Sarjana Universitas Brawujaya, 2010:20)


5. Teknik Penyusunan Bahan Ajar Pedagogik

Variasi isi bahan ajar lebih memfasilitasi proses penguatan kemampuan pedagogik guru. Cara yang paling mudah untuk melakukan proses fasilitasi keterlibatan pengetahuan, perasaraan, dan keterampilan secara terpadu hanya dapat dilakukan dengan memvariasikan pengalaman belajar peserta diklat. Variasi pengalaman peserta diklat dalam proses diklat mengarahkan potensi peserta diklat lebih teroptimalkan.
Tahapan penyusunan bahan ajar. Teknik penyusunan bahan ajar dilakukan melalui tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh instruktur/guru/ fasilitator/nara sumber/widyaiswara dalam menyusun bahan ajar. Tahapan yang dimaksud adalah (1) memahami kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta diklat secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya; (2) mengidentifikasi jenis materi pembelajaran berdasarkan pemahaman terhadap kompetensi yang harus dikuasai peserta diklat; (3) melakuan pemetaan materi; (4) menetapkan bentuk penyajian; (5) menyusun struktur (kerangka) penyajian; (6) memahami berbagai rujukan sebagai sumber penyusunan bahan ajar; (7) menyusun bahan ajar (mendraf); (8) menyunting bahan ajar; (9) mengujicobakan bahan ajar; dan (10) merevisi dan menyempurnakan bahan ajar.


D. Latihan

Untuk memantapkan pengetahuan dan keterampilan dalam teknik penyusunan bahan ajar pedagogik bagi guru, ada beberapa pertanyaan reflektif untuk menguatkan sebagai berikut:
  1. Bahan ajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan suatu diklat. Mengapa demikian?
  2. Penyusunan bahan ajar bukan sekedar pelengkap diklat, tetapi merupakan bagian penting untuk penguatan kompetensi guru. Untuk itu, penyusunan bahan ajar disesuaikan dengan proses belajar yang harus dialami oleh peserta diklat. Apa yang harus dilakukan oleh penyusun bahan ajar untuk sampai dapat memfasilitasi penguatan kompetensi pedagogik guru?
  3. Untuk memfasilitasi kebulatan kompetensi peserta diklat, kira-kira bagaimana pengembangan bahan ajar yang dinilai paling tepat?

E. Rangkuman
  1. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis untuk membantu guru/instruktur/fasilitator/ nara sumber dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan memungkinkan peserta didik/diklat untuk belajar.
  2. Penyusun bahan ajar didasarkan pada hasil identifikasi proses belajar yang harus dialami oleh peserta diklat.
  3. Proses belajar peserta diklat harus meliputi proses kognisi, afeksi, dan psikomotor.
  4. Tahapan penyusunan bahan ajar terdiri dari: (1) memahami kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta diklat secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya; (2) mengidentifikasi jenis materi pembelajaran berdasarkan pemahaman terhadap kompetensi yang harus dikuasai peserta diklat; (3) melakuan pemetaan materi; (4) menetapkan bentuk penyajian; (5) menyusun struktur (kerangka) penyajian; (6) memahami berbagai rujukan sebagai sumber penyusunan bahan ajar; (7) menyusun bahan ajar (mendraf); (8) menyunting bahan ajar; (9) mengujicobakan bahan ajar; dan (10) merevisi dan menyempurnakan bahan ajar.

F. Daftar Pustaka
  • Dharma Kesuma, Cepi Triatna, & Johar Permana. (2011). Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: Rosdakarya.
  • Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor: 5 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penulisan Modul Pendidikan Dan Pelatihan. Jakarta: LAN RI.
  •  Program Pasca Sarjana (PSP). (2010). Pedoman Umum Penulisan Bahan Ajar. Malang: Universitas Brawijaya.
  •  Riska, Editor : Ayu, Lala, Sita. (2008). Resensi Film Freedom Writers;Anak-anak Bermasalah pun Patut Dapat Pendidikan. Tersedia online: http://majalahopini.wordpress.com/2008/10/20/resensi-film-freedom-writers-anak-anak-bermasalah-pun-patut-dapat-pendidikan/. [24 Februari 2012].
  •  Sri Untara dkk. (2008). Pengembangan Bahan Ajar dan Lembar Kegiatan Siswa Matapelajaran PKn dengan Pendekatan Deep Dialoque/Critical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Berdialog dan Berpikir Kritis Siswa SMA di Jawa Timur. JURNAL PENELITIAN KEPENDIDIKAN, TAHUN 18, NOMOR 1, OKTOBER 2008.


Wilujeng Shaum Ramadhan

Kahatur sadaya kerabat, sahabat, rekan kerja, dan ummat Islam, Selamat menunaikan ibadah Shauh Ramadhan. Mudah-mudahan diberikan kekuatan untuk menjalaninya dengan penuh kekhusuan, semangat, dan keikhlasan.