Minggu, 22 Maret 2009
Sistematika lap studi lap MK Pengelolaan Pend
Senin, 16 Maret 2009
Oleh: Cepi Triatna, M.Pd.*)
A. Pendahuluan
Keberadaan sekolah dasar (SD) banyak diharapkan oleh para orang tua dan masyarakat mampu menjadikan anak sebagai pribadi yang terdidik. Kebanyakan orang tua menitipkan anaknya di SD dengan harapan bahwa kelak anak mereka akan menjadi orang yang berhasil menjalani kehidupannya dan bermanfaat bagi keluarga dan bangsanya. Dalam waktu yang relatif singkat, anak memiliki akhlaq mulia baik terhadap orang tuanya, temannya maupun orang yang berumur di bawahnya.
Harapan orang tua dan masyarakat itu masih sering tidak tercapai, setelah anak lulus atau dalam proses sekolah malah menjadi kurang/tidak kreatif, males, kurang/tidak disiplin, penakut, berpikir sempit, dan lain sebagainya. Yang timbul adalah keberanian anak untuk berbohong pada orang tua/temannya, curang dalam bersaing, suka kekerasan untuk menyelesaikan masalah, dan lain sebagainya. Diantara peyebabnya adalah bahwa keberadaan anak di SD dipandang oleh para guru dan orang tua sebagai sebuah proses yang harus dilalui oleh anak tanpa diketahui kemana ujung dari proses tersebut. Masih banyak guru yang berpikir bahwa yang dinamakan pembelajaran adalah “anak mendengarkan ceramah guru” atau “anak menuliskan kembali materi yang ada di buku ajar”, masih banyak guru yang memandang bahwa “mendidik adalah memberitahu”, “anak SD tidak bisa apa-apa,” atau “guru lebih pintar dari anak”, dan lain sebagainya. Pada akhirnya, pembelajaran tidak pernah terjadi dan yang terjadi adalah proses anak menonton guru berceramah dan proses anak melaksanakan apa yang guru perintahkan. Lalu kapan anak belajar yang sebenarnya? Apa yang anak pelajari untuk menjadi bekal kehidupannya yang penuh dengan persaingan, halangan dan rintangan ini?
ANAK BELAJAR DARI KEHIDUPANNYA
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah.
Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah hati.
Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian.
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan tolerasi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri.
Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar kedermawanan.
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran
Dorothy Law Nolte
Makalah ini akan mencoba membahas bagaimana aplikasi pembelajaran yang berfokus pada anak didik dan bagaimana guru memfasilitasi hal tersebut.
B. Apa dan Mengapa Harus Pembelajaran Aktif?
Dua pertanyaan yang harus dijawab lebih awal adalah: (1) Apa yang dimaksud belajar/ pembelajaran aktif? (2) Apakah ada kegiatan belajar/pebelajaran yang tidak aktif atau pasif?
Pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan anak berperan secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri baik dalam bentuk interaksi antar anak maupun anak dengan pendidik dalam proses pembelajaran tersebut. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak, sehingga semua anak dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki.
Pada dasarnya semua kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif. Barangkali di kelas seringkali ketika mengajar, guru hanya berbicara, bercerita, dan muridnya mendengar, menonton dan mencatat. Komunikasi yang terjadi adalah satu arah. Guru seringkali bahkan bertindak seperti khotib yang menyampaikan firman Allah dan Sabda Rasullnya pada sholat Jum’at. Ustadz berceramah mengenai suatu topik sedangkan para mustami (ma’mum) dalam kondisi itu hanya sebagai penerima (mendengarkan), sesekali merenung dan mencermati serta mengolah pesan yang didengar bagi dirinya sendiri. Tidak terlihat apa yang terjadi dalam diri orang yang sedang mendengarkan khotbah itu. Kegiatan itu masih dapat dikatakan aktif, setidaknya dalam diri orang yang sedang mendengarkan khotbah jum’at itu sendiri! Kecuali bila ia tertidur, sebab tidak sedikit juga kegiatan kotbah yang justru membuat jemaat pulas tertidur.
Kegiatan belajar di sekolah harusnya tidak demikian, tidak membuat murid bosan atau tertidur. Seharusnya proses belajar itu membuat siswa aktif, menyenangkan/mengasyikan, dinamis, seperti: mendengar dan berbicara, melihat dan membaca, bahkan melakukan peragaan atau melakukan suatu aktifitas. Interaksi guru dan murid terjadi dengan komunikasi multi arah, bahkan terjadi proses interaksi antara siswa dengan siswa lainnya. Mohamad Surya mengemukakan pengajaran akan bersifat efektif jika (1) berpusat kepada siswa yang aktif, bukan hanya guru; (2) terjadi interaksi edukatif diantara guru dengan murid; (3) berkembang suasana demokratis; (4) metode mengajar bervariasi; (5) gurunya profesional; (6) apa yang dipelajari bermakna bagi siswa; (7) lingkungan belajar kondusif serta (8) sarana dan prasarana belajar sangat menunjang[1].
Tentu saja perlu ada gambaran yang jelas mengenai bagimana pembelajaran seharusnya dilakukan oleh guru sehingga peserta didik dapat belajar secara aktif dan mampu mengembangkan potensinya secara optimal. Orientasi pembelajaran di SD adalah bagaimana anak memiliki kemampuan dasar untuk dapat mengikuti pendidikan lebih lanjut. Selain itu harapan stakeholder yang tidak dapat ditolak adalah anak memiliki akhlaqul karimah. Akhlaqul karimah meliputi sopan santun, tata krama, etika, moral, dan sikap yang dilandasi oleh nilai keagamaan. Oemar Hamalik mengembangkan gagasan Paul D. Dierich melalui delapan kelompok perbuatan belajar aktif.
1) Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja, atau bermain.
2) Kegiatan-kegiatan lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi.
3) Kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan siaran radio.
4) Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi (foto copy), membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.
5) Kegiatan-kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.
6) Kegiatan-kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari, berkebun.
7) Kegiatan-kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan.
8) Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang dan sebagainya.[2]
Mengapa harus dilakukan pembelajaran aktif? Ada beberapa landasan pemikiran mengapa pembelajaran di SD harus dilakukan dengan pembelajaran aktif, yaitu:
1) Anak SD adalah anak yang sedang tumbuh, khususnya pada aspek kognitif, afektif, sosial, moral, religi (agama), fisik, dan bahasa. Tahapan perkembangan ini menuntut anak aktif dalam berbagai aktifitas belajarnya, sehingga tugas-tugas perkembangan dapat dicapai pada saat anak memasuki usia remaja awal.
2) Menurut Oemar Hamalik, ada sejumlah manfaat atau kegunaan dari kegiatan pembelajaran aktif, antara lain: (a) Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. (b) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa. (c) Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok. (d) Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri, sehingga sangat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual. (e) Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan kekeluargaan, musyawarah dan mufakat. (f) Membina dan memupuku kerjasama antara sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara guru dan orangtua siswa, yang bermanfaat dalam pendidikan siswa. (g) Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme. (h) Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika. (1995: 91).
Beberapa pandangan mengenai belajar aktif (active learning) dari para ahli mengenai kegiatan, siswa, dan lingkungan belajar active learning yang dipaparkan oleh Missouri Department of Elementary and Secondary Education Missouri Department of Elementary and Secondary Education dalam [http://schoolweb.missouri.edu/stoutland/elementary/active_learning.htm], sebagai berikut:
1) Silberman, M (1996) menggambarkan saat belajar aktif, para siswa melakukan banyak kegiatan. Mereka menggunakan otak untuk mempelajari ide-ide, memecahkan permasalahan, dan menerapkan apa yang mereka belajar. belajar aktif adalah mempelajari dengan cepat, menyenangkan, penuh semangat, dan keterlibatan secara pribadi…untuk mempelajari sesuatu dengan baik, harus mendengar, melihat, menjawab pertanyaan, dan mendiskusikannya dengan orang lain. Semua itu diperlukan oleh siswa untuk melakukan kegiatan - menggambarkannya sendiri, mencontohkan, mencoba keterampilan, dan melaksanakan tugas sesuai dengan pengetahuan yang telah mereka miliki.
2) Glasgow (1996) siswa aktif adalah siswa yang bekerja keras untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam proses belajarnya sendiri. Mereka mengambil suatu peran yang lebih dinamis dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka harus mengetahui, apa yang harus mereka lakukan, dan bagaimana mereka akan melakukan itu. Peran mereka kemudian semakin luas untuk self-management, dan memotivasi diri untuk menjadi suatu kekuatan lebih besar di yang dimiliki siswa.
3) Modell dan Michael (1993) Menggambarkan suatu lingkungan belajar aktif adalah lingkungan belajar di mana para siswa secara individu didukung untuk terlibat aktif dalam proses membangun model mentalnya sendiri dari informasi yang telah mereka peroleh.
4) UC Davis TAC Handbook, Active Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk menjadi guru bagi mereka sendiri. Active learning adalah suatu pendekatan bukan metode.
5) Menurut Joel Wein (1997:1) mendefinisikan active learning adalah nama suatu pendekatan untuk mendidik para siswa dengan memberikan peran yang lebih aktip di dalam proses pembelajaran. unsur umum di dalam pendekatan ini adalah bahwa guru dipindahkan peran kedudukannya dari yang paling berperan depan suatu kelas dan mempresentasikan materia pelajaran; menjadi para siswa lah yang berada pada posisi pengajaran diri mereka sendiri, dan guru diubah menjadi seorang pelatih dan penolong di dalam proses itu.
6) Mayer (2004) dalam wikipedia [http://en.wikipedia.org/wiki/active_learning#column-one] strategi seperti “active learning” sudah berkembang luas hampir pada semua kelompok teori yang mengenalkan tentang pembelajaran yang mana siswa dapat menemukan sendiri. Bruner pada tahun 1961 pernah menjelaskan bahwa asalkan siswa sudah terlibat dalam proses pembelajaran, kemudian dapat mengingat kembali informasi yang telah diberikan sebelumnya, itu sudah dikatakan siswa aktif. Tetapi penjelasan itu ditentang oleh Mayer (2004); Kirschner, Sweller, and Clark, (2006) yang pada intinya mengatakan bahwa aktif menjelaskan bahwa siswa aktif tidak hanya sekedar hadir di kelas, menghafalkan dan akhirnya mengerjakan soal-soal di akhir pelajaran. Siswa harus terlibat aktif baik secara fisik maupun mental. Siswa semestinya juga aktif melakukan praktik dalam proses pembelajaran.
7) Bonwell dan Eison (1991) dalam wikipedia [http://en.wikipedia.org/wiki/active_learning#column-one] memberikan beberapa contoh pembelajaran aktif seperti pembelajaran berpasang-pasangan, berdiskusi, bermain peran, debat, studi kasus, terlibat aktif dalam kerja kelompok, atau membuat laporan singkat dan sebagainya. Disarankan agar guru menjadi pemandu sepanjang tahap awal pembelajaran, kemudian biarkan anak melakukan praktik keterampilan baru kemudian memberikan informasi-informasi baru yang belum diketahui siswa selama pembelajaran. Disarankan penggunaan active learning pada saat siswa telah mengenal materi sebelumnya, dan mereka telah memiliki suatu pemahaman yang baik manyangkut materi sebelumnya.
8) Sunartombs mengemukakan bahwa active learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran (mencari informasi, mengolah informasi, dan menyimpulkannya untuk kemudian diterapkan/ dipraktikkan) dengan menyediakan lingkungan belajar yang membuat siswa tidak tertekan dan senang melaksanakan kegiatan belajar. [http://sunartombs.wordpress.com/2008/12/25/pakem-pembelajaran-aktif-kreatif-efektif-dan-menyenangkan/].
Kita Belajar
§ 10 % dari apa yang kita baca
§ 20 % dari apa yang kita dengar
§ 30 % dari apa yang kita lihat
§ 50 % dari apa yang kita lihat dan dengar
§ 70% dari apa yang kita katakana
§ 90 % dari apa yang kita katakana dan lakukan
Beberapa cirri pembelajaran aktif
• Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas,
• Anak tidak hanya mendengarkan secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi ajar,
• Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi ajar,
• Anak lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi,
• Umpan-balik terjadi pada proses pembelajaran.
C. Prinsip-prinsip Pembelajaran Aktif
Dari penelitiannya, Dave Meier dalam bukunya The Accelerated Learning Handbook (Kaifa, 2002) mengemukakan bahwa manusia memiliki empat dimensi yakni: tubuh atau somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V), dan pemikiran atau intelek (I). Bertolak dari pandangan ini ia mengajukan model pembelajaran aktif yang disingkat SAVI – somatis, auditori, visual dan intelektual. Dengan pemahaman ini beliau mengajukan sejumlah prinsip pokok dalam belajar, yakni:
1. Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran
2. Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi.
3. Kerjasama membantu proses belajar.
4. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan.
5. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri.
6. Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
7. Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
Pokok-pokok pikiran Meier mengenai prinsip kegiatan belajar berdasarkan prinsip SAVI dapat dielaborasi lebih lanjut.
Pertama, belajar somatis yaitu belajar dengan bergerak dan berbuat. Yang dilakukan adalah:
a. Membuat model dalam suatu proses.
b. Secara fisik menggerakkan berbagai komponen dalam suatu proses atau sistem.
c. Menciptakan bagan, diagram, piktogram.
d. Memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep.
e. Mendapatkan pengalaman, lalu membicarakannya dan merefleksikannya.
f. Melengkapi suatu proyek yang memerlukan kegiatan fisik.
g. Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar, dan lain-lain).
h. Melakukan tinjauan lapangan. Lalu menuliskan, menggembar dan membicarakan apa yang dipelajari.
i. Mewawancarai orang di luar kelas.
j. Dalam tim, menciptakan pelatihan pembelajaran aktif bagi seluruh kelas.
Kedua, belajar auditori (A), kegiatan mendengar dan berbicara. Apa saja yang dilakukan dalam kegiatan?
a. Membaca keras dari bahan sumber.
b. Membaca paragraf dan memberikan maknanya.
c. Membuat rekaman suara sendiri.
d. Menceritakan buku yang dibaca.
e. Membicarakan apa yang dipelajari dan bagaimana menerapkannya.
f. Meminta pelajar memperagakan sesuatu dan menjelaskan apa yang dilakukan.
g. Bersama-sama membaca puisi, menyanyi.
Ketiga, belajar visual (V), kegiatan melihat, mengamati, memperhatikan. Apa sajakah kegiatan dalam pendekatan ini?
a. Mengamati gambar dan memaknainya.
b. Memperhatikan grafik atau membuatnya
c. Melihat benda tiga dimensi.
d. Menonton video, film.
e. Kreasi piktogram.
f. Pengamatan lapangan.
g. Dekorasi warna-warni.
Keempat, belajar intelektual (I), kegiatan mencipta, merenungkan, memaknai, memecahkan masalah. Ada sejumlah kegiatan terkait dengan pendekatan ini, antara lain:
a. Pemecahan masalah.
b. Menganalisis pengalaman, kasus.
c. Mengerjakan rencana strategis.
d. Melahirkan gagasan kreatif.
e. Mencari dan menjaring informasi.
f. Merumuskan pertanyaan.
g. Menciptakan model mental.
h. Menerapkan gagasan bagus pada pekerjaan.
i. Menciptakan makna pribadi.
j. Meramalkan implikasi suatu gagasan.
D. Penutup
Aplikasi pemblajaran aktif di SD merupakan suatu hal yang perlu untuk mengembangkan potensi dan mencapai tugas-tugas perkembangan anak. Untuk sampai pada implementasi pembelajaran aktif, guru harus terlebih dahulu memahami alasan mengapa anak perlu belajar secara aktif. Sebagai guru yang memiliki kewajiban dalam mendidik anak, guru selayaknya memfasilitasi anak untuk selalu aktif dalam setiap pembelajaran. Implementasi layanan pembelajaran aktif dapat dilakukan melalui model pembelajaran proyek, dimana anak secara individu atau kelompok mengembangkan sebuah kegiatan untuk membuat suatu karya yang kemudian karya tersebut ditampilkan dihadapan peserta didik lainnya.
Daftar Pustaka:
B.S.Sidjabat. Teori Belajar Aktif Dalam Pembelajaran Pak. Tersedia online: [http://www.tiranus.net/?p=21] Akses pada 19 Januari 2009.
Bonwell dan Eison (1991) dalam wikipedia Tersedia online: [http://en.wikipedia.org/wiki/active_learning#column-one].
Dave Meier. 2002. The Accelerated Learning Handbook. Bandung: Kaifa.
Gordon dryden & Jeannette Vos. 1999. Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution): Belajar akan Efektif Kalau Anda Dalam Keadaan ”Fun” – Edisi Lengkap Keajaiban Pikiran (I), Sekolah Masa Depan (II). Bandung: Kaifa.
Mayer. 2004. wikipedia [http://en.wikipedia.org/wiki/active_learning#column-one]
Missouri Department of Elementary and Secondary Education Missouri Department of Elementary and Secondary Education dalam [http://schoolweb.missouri.edu/stoutland/elementary/active_learning.htm.
Mohamad Surya. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Oemar Hamalik. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sunartombs. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Tersedia online [http://sunartombs.wordpress.com/2008/12/25/pakem-pembelajaran-aktif-kreatif-efektif-dan-menyenangkan/] 19 Januari 2009
*) Disajikan dalam seminar di Kabupaten Garut, Kamis 22 Januari 2009
[1] Mohamad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), p. 77-79
[2] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Bumi Aksara, 1995), h. 90.