Mungkinkah Indonesia bangkit pada tahun 2020?

Kamis, 13 Agustus 2009

Memahami Yang Tersulit

Kira-kira apa yang paling sulit dipahami di dunia ini? apakah matematika? teknologi, IPA, atau apa? permasalahan hidup seseorang begitu kompleks, bahan apabila diselami satu persatu atau orang per orang, permasalahan itu berbeda satu sama lain. Bayangkan didunia ini ada bertrilyun-trilyun orang dengan masalah yang berbeda satu sama lain.
Memahami matematika adalah bukan hal yang sulit, tandanya banyak sarjana matematika, demikian halnya teknologi, IPA dan yang lainnya. dalam kurun waktu tertentu, paling lama 5 tahun seseorang sudah dapat menamatkan gelar sarjana dalam bidang tertentu. Namun demikian, terkait dengan bagaimana yang tersulit biasanya memerlukan waktu yang sangat lama, bahkan seumur hidup. Banyak hal yang tidak dapat diketahui sampai seseorang tersebut meninggal dunia. Diantara sekian banyak hal yang sulit dipahami adalah "jati diri seseorang". Kondisi saat ini yang penuh dengan materalisme diberbagai sektor, termasuk dalam dunia pendidikan, telah mengkondisikan diri-diri manusia keluar dari jati diri yang sebenarnya, sehingga sulit meyakini mana sebenarnya yang menjadi jati diri yang harus dimainkan/diperankan.
Banyak orang yang sudah doktor bahkan profesor tetapi belum mampu memahami siapa dirinya sebenarnya? hal ini tercermin dari perilaku keseharian yang tidak konsisten dengan apa yang diyakininya. perilaku yang muncul tidak dapat dipahami sebagai sebuah sosok yang diomongkannya atau kebalikan dari apa yang diomongkannya. Kondisi ini banyak tidak disadari oleh banyak orang. Bahkan kebanyakan orang tidak sadar bahwa peran yang dimainkannya tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakannya.
Mari kita cek diri kita dengan menjawab "Siapa diri kita sebenarnya? apakah perilaku keseharian kita mencerminkan apa yang kita yakini? apakah orang yang berbeda dengan apa yang kita lakukan mencerminkan kita harus introspeksi?"
Memahami yang tersulit adalah memahami tentang diri, lalu meyakininya, dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya. Banyak manusia yang ketika diombang-ambing oleh jabatan, persahabatan, lawan jenis/pasangan hidup, anak/keluarga, prestasi, penghargaan orang, dan perkara lainnya menjadi sulit dipahami tentang kediriannya.
Mari berpulang pada jati diri kita sebagai muslim sejati, lelaki shaleh-perempuan sholehah. Semoga setiap insan yang mengharap ridho Alloh dapat menemukan RidhoNya, bertemu dengan jalan yang lurus.

Senin, 03 Agustus 2009

Photo-photo baru











Pilihan Hidup

Oleh: Cepi Triatna, M.Pd.

Menarik sekali ketika kemarin bertemu dengan seorang teman yang kemudian mengungkapkan bahwa katanya "orang-orang akan mulai konsern/khusu beribadah manakala mereka dalam kondisi mapan, sedangkan apabila masih memikirkan banyak hal tentang pemenuhan resiko keluarga, mana mungkin bisa khusu ibadah", begitulah sekilas ucapannya.
Sekilas apa yang diucapkan teman ini seperti benar, karena mana mungkin bisa khusu ibadah, semisal sholat kalau ketika sholat kita malah mendengar anak-anak menangis karena ingin makan atau sesuatu yang kita (orang tua) tidak mampu memenuhinya. Namun demikian, dalam hal itu kita juga harus waspada, bahwasanya konsernnya/khusunya atau tidak konsernnya/khusunya kita dalam ibadah itu merupakan pilihan hidup. kaya atau miskin harta tidak menjamin orang seseorang menjadi orang yang getol ibadah. "bukankah orang yang sering ke diskotik/dugem adalah mereka yang berduit", mana mungkin sekelas penghasilan buruh masuk ke diskotik untuk mencari hiburan?".
Wahai diri dan tuan-tuan sekalian, sesungguhnya Alloh adalah Tuhanku Yang Maha Adil, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang terbaik bagi semua makhluk. Tidak ada yang dikategorikan tidak terbaik dari semua kejadian yang ada, karena Alloh memiliki sifat Maha Rahman dan Raahim. Tinggalah kita yang berusaha menyempurnakan niat dan ikhtiar kemudian berserah diri dengan apa yang terjadi. Itu semua bagian dari pilihan hidup kita. Ingatlah Alloh SWT mengingatkan dalam Surah Al Baqarah 2:286
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya"
Wahai tuan-tuan sekalian yang mengenal penulis, Mohon maaf atas segala hal yang tidak berkenan selama ini dari sikap dan perilaku penulis. Ke depan semoga kita semua mendapatkan hidaya dan inayah kepada jalan yang lurus dan dapat memilih jalan yang lurus walaupun banyak rintangannya, dari pada jalan yang menyimpang yang banyak dihiasi oleh kesenangan duniawi.
Kepada istri dan anak-anakku, semoga kalian semua menjadi hamba yang dimuliakan Alloh dengan Islam.
Wallohu a'lam bishawab.