Mungkinkah Indonesia bangkit pada tahun 2020?

Sabtu, 06 Desember 2008

MEMBUKA BELENGGU DIRI
Oleh: Cepi Triatna, M.Pd


“Semoga Allah Yang Menguasai segala kejadian dan makhluk memberikan kemudahan kepada kita semua untuk selalu menjadi hamba-Nya yang produktif.
Pada intinya setiap manusia merupakan mahkluk yang paling dimulyakan oleh Allah Pencipta sekalian makhluk. Namun dalam perjalanannya manusia sering merasakan seolah-olah dirinya bagaikan dihinggapi beban yang begitu kompleks dan variatif, orang bilang “kasusah sagede gunung”. Benarkah hal tersebut ? Marilah kita lihat pada kondisi yang sering kita lalui dalam keseharian kita.
“apakah kita pernah merasakan BeTe…?, kesal pada seseorang..?, sedih karena ada harapan yang tidak tercapai ..?, marah kepada seseorang karena dia tidak sesuai dengan keinginan kita..?” atau hal-hal lain yang sering membuat kening kita berkerut seolah kita sedang membawa beban yang begitu berat untuk dipikul. Itu semua merupakan contoh beban yang sering kita rasakan dalam kehidupan kita keseharian. Atau bahkan kita sering mengalami hal tersebut.
Apabila kita kaji lebih jauh, sesunggunya hal-hal tersebut akan membuat diri manusia menjadi manusia yang terbelenggu. Manusia yang dihinggapi dengan perasaan lelah dan cape mengarungi kehidupan selanjutnya. Belenggu dalam diri sering tidak terpahami oleh diri sendiri walaupun belenggu tersebut melekat dalam setiap diri manusia. Ini dikarenakan begitu hebatnya belenggu membelit/mencengkram diri manusia. Akibatnya kita akan terhambat menjadi manusia unggul, yaitu manusia yang mempunyai ketahanan dalam berusaha, berfikir tangguh, dan berperilaku berani menjalani kehidupan di dunia. “Semoga kajian kita hari ini dapat memberikan informasi yang memadai, sehingga belenggu yang ada dalam diri kita dapat kita jadikan pecut untuk menjaga diri dari kesesatan atau kenistaan di dunia dan akhirat.” Amiiin
“wahai insan yang mau berubah…”
Apa sebenarnya yang membelenggu diri kita..?
Mari bertanya pada diri, mengapa kita sedih, marah, senang, cemas, dan cemburu serta berbagai hal lainnya, sehingga menjadikan diri kita sebagai orang yang tidak produktif karena mengalami hal–hal tersebut. Orang yang sedang marah sering menjadi tidak produktif bahkan menjadi orang yang begitu buas, perilakunya menyakiti, kata-katanya menghujam perasaan, dan hatinya penuh dengan dendam. Atau orang yang sedang sedih sering terbawa oleh arus kesedihannya, sehingga ia tidak mau makan, kurang bergairah, malas untuk melakukan aktifitas kesehariaan, tidak bersemangat beribadah, dan lain sebagainya. Atau juga orang yang gembira sering melampaui batas, sehingga hal-hal yang tidak sesuai dengan norma dilanggarnya. “Apa yang menyebabkan itu semua, sehingga diri kita tidak produktif menjalani kehidupan ?”
Sesunggunya itu adalah hawa nafsu yang yang ditunggangi oleh Syaetonirrajiim. Percayakah sahabat dengan jawaban tersebut ?
Sesungguhnya manusia diberi dua potensi, yaitu potensi baik dan potensi jelek. Dalam Al Quran Allah SWT menjelaskan:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”
(QS. As Syams-91:8-10).

Iman Sebagai Gerbang Membuka Potensi Diri
Mau atau tidak, kehidupan pasti akan terus berjalan, kecuali Allah SWT menghendakinya berhenti atau terjadi kiamat. Kenyataan ini harus memberi pelajaran yang berarti kepada kita. “Apa pelajaran yang bisa kita dapatkan dari hal tersebut ?”
“Wahai insan yang berfikir…”
Sesungguhnya setiap diri kita telah dibekali oleh berbagai potensi dan kekuatan untuk mengelola bumi, karena kita berperan sebagai kholifah. Allah Yang Maha Kuasa telah memberikan karunia-Nya kepada manusia dengan memberikan potensi dalam dirinya, alam sekitarnya, dan petunjuk-Nya (Al Quran). Semua itu diberikan tiada lain untuk menjadi jalan bagi setiap manusia untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. “Bagaimana kita semua dapat mencapai kebahagiaan yang dijanjikan oleh Allah SWT, Pencipta semua kejadian ?”
“Wahai saudaraku … masih ingatkah kita pada surat yang Allah tujukan kepada kita:
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik (Hayyatan thayyibatan). (QS. An Nahl 16:97).
Dari ayat tersebut kita bisa mengetahui bahwa sesunggunya yang akan menjadi alat untuk kebahagiaan manusia adalah iman, tidak terletak pada harta, jabatan, istri, suami, keluarga, dsb. Semua yang kita miliki pada hakikatnya bisa membuat kita bahagia atau sengsara tergantung pada keimanan yang kita meiliki. Kalaulah iman kita kurang, maka kebahagiaan yang akan didapatpun sedikit tetapi apabila keimanan kita besar, maka akan besar pula kebahagiaan yang kita dapatkan. “Bagaimana hal ini dapat kita pahami ?”
Kebahagiaan muncul dari hati sanubari. Kebahagiaan muncul apabila telah ada kedamaian, harapan, perasaan puas, dan perasaan cinta dan kasih sayang. Untuk hal tersebut, maka imanlah alat yang paling tepat untuk memenuhinya. Dengan keimanan seseorang tidak akan pernah takut segala kejadian kecuali hanya kepada Allah. Tidak akan pernah gelisah kecuali disebabkan jauhnya dirinya dari Allah swt.” Apa yang mungkin menyebabkan seseorang tidak bahagia padahal dia iman ?“
Wallahu a'lam bishawab.

Tidak ada komentar: